ASKEP
Infark Miokard Akut (IMA)
A. PENDAHULUAN
Infark Miokardium Akut (IMA) adalah
nekrosis miokard akibat aliran darah keotot jantung terganggu. Umumnya IMA
didasari oleh adanya arterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard
ini hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh
trombus yang terbentuk pada plaque arterosklerosis yang tidak stabil; juga
seringkali mengikuti ruptur plague pada arteri koroner dengan stenosis ringan.
Kerusakan miokard ini terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit
dan irreversibel dalam 3-4 jam dan akan terus mengalami proses injury selama
beberapa minggu atau bulan.
Secara morfologis IMA dibedakan atas
dua jenis yaitu IMA transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan
terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner; dan IMA sub-endokardial
dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya
berupa bercak-bercak dan tidak konfluens. IMA sub-endokardial dapat regional
(terjadi pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada
distribusi lebih dari satu arteri koroner).
Penderita dengan IMA hendaknya
segera mendapat pertolongan oleh karena angka kematian sangat tinggi, terutama
dalam jam-jam pertama serangan.Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
IMA antara lain:merokok,hipertensi,obesitas.
Di Indonesia sejak sepuluh tahun
terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostic
dan unit-unit perawatan penyakit jantung koroner yang semakin tersebar merata.
Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif
berhasil menurunkan angka kematian IMA.
B.
KONSEP
MEDIK
1. Pengertian
Infark miokard adalah kematian jaringan
miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner moikard
(Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994, infark miokard adalah akibat
dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan kerusakan jaringan yang
menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan
otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas: lama sakitnya lebih
dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (PKJPDN
Harapan Kita, 2001).
2. Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan,
sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan
aliran darah akibat syok atau pendarahan.
Faktor
resiko menurut Framingham:
a)
Hiperkolesterolemia
: > 275 mg/dl
b)
Merokok
sigaret : > 20/hari
c)
Kegemukan
: > 120 % dari BB ideal
d)
Hipertensi
: > 160/90 mmHg
e)
Gaya hidup
monoton
Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya
PAK adalah sebagai berikut:
a)
Riwayat
penyakit jantung keluarga
b)
Kepribadian
tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
c)
Diabetes
militus atau ters toleransi glukosa abnormal
d)
Jenis kelamin
pria
e)
Menggunakan
kontrasepsi oral
f)
Menopause
g)
Diet kolesterol
tinggi dan lemak tinggi
3.
Gejala Klinis
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial
sering dirasakan sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri
seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus
menerus, dan dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri,
lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.
4.
Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari
30–45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian
otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir
daerah infark mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar,
sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang
daerah ventrikel kiri. Infark trasmural mengenai seluruh tebal dinding yang
bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian
dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian
besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal,
anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan
pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi ini
disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan
mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan,
mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
terputusnya aliran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan
timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit.
Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau
ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut
nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu
ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa
menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada
minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark
miokardium adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan
daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi
ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel serta
peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.
Skema Patofisiologi
5.
Penunjang Diagnostik
a.
Elektrokardiograf
(EKG)
Adanya
gelombang patologik disertai dengan peninggian segmen ST yang konveks dan
diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik.Yang terpenting ialah kelainan Q
yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).
b.
Pemeriksaan
Enzim-Enzim Jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzim jantung diperoleh dari
gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera
jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke
dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase (CK),
laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT).
Creatinin
fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan
otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml.
Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah
serangan) dan sudah kembali ke nilai normal pada hari ke 3.
SGOT
(Serum Glutamic Oxalotransamine Test) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim
ini biasanya baru naik pada 12- 48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal
pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED,
lekositosis ringan, kadang-kadang hiperglikemia ringan.
c.
Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan
arah konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel
jantung serta blok jantung.
d.
Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi
jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner
besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e.
Skintigrafi talium
Memungkinkan
untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold
spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area iskemia.
6.
Pengobatan
Tujuannya adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil
dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplay
oksigen jantung. Therapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring
dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan fungsi jantung.
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk
meningkatkan suplay oksigen yaitu :
a)
Vasodilator
Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung.
Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung.
b)
Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
c)
Tranbolitik
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.
C.
KONSEP
KEPERAWATAN
1.
Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik
a)
Aktivitas/istirahat
Gejala:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat
tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadwal
olahraga tidak teratur
Tanda:
-
Takikardia,
dispnea pada istirahat/kerja
b)
Sirkulasi
Gejala:
Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun;
perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat
atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin
menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal
katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak
teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka,
krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
c)
Integritas ego
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut
mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah
pada penyakit/perawatan yang ‘tidak perlu’
-
Khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah,
marah, perilaku menyerang
-
Fokus pada
diri sendiri/nyeri.
d) Eliminasi
Tanda: Bunyi usus normal atau menurun
Tanda: Bunyi usus normal atau menurun
e)
Makanan/cairan
Gejala:
Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan
turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
-
Perubahan
berat badan
f)
Hygiene
Gejala/tanda:
Kesulitan melakukan perawatan diri.
g)
Neurosensori
Gejala:
Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
-
Kelemahan
h) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
Gejala:
- Nyeri
dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi
nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas
nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas
nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada
pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
- Wajah
meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis,
merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik
diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna
kulit/kelembaban,
kesadaran.
i) Pernapasan
Gejala:
Gejala:
- Dispnea
dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk
produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan
frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi
napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
j)
Interaksi sosial
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan
koping dengan stressor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan
istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga
k)
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke,
Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau
2. Diagnosa Keperawatan
a)
Nyeri akut
b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
b)
Intoleransi
aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
c)
Kecemasan
(uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
d)
(Resiko
tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel
dan kerusakan septum.
e)
(Resiko
tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
f)
(Resiko
tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi
air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
g)
Kurang
pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau
salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
3.
Intervensi
Keperawatan
a)
Nyeri akut
b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau nyeri (karakteristik,
lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan
hemo-dinamik.
2. Berikan lingkungan yang tenang dan
tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi
(napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi).
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi:
a. Antiangina seperti nitrogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
b. Beta-Bloker seperti atenolol
(Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
c. Analgetik seperti morfin,
meperidin (Demerol)
d. Penyekat saluran kalsium seperti
verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri
adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non
verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci
untuk menetukan intervensi yang tepat.
|
- Menurunkan rangsang eksternal yang
dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
- Membantu menurunkan
persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap
nyeri.
- Nitrat mengontrol nyeri melalui
efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi
miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri
melalui efek hambatan rangsang simpatis. (Kontra-indikasi: kontraksi miokard
yang buruk).
- Morfin atau narkotik lain dapat
dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang
tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi
yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload
dan kebutuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.
|
b)
Intoleransi aktivitas b/d
ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Pantau HR, irama, dan perubahan TD
sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas.
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan
abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5.
Bantu aktivitas sesuai dengan
keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6.
Kolaborasi pelaksanaan program
rehabilitasi pasca serangan IMA.
|
- Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan
resiko komplikasi.
- Manuver
Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengejan dapat
mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul
dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan
dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien, tetapi kunjungan orang
penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
-
Mencegah aktivitas berlebihan;
sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang
kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
|
c)
Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d
ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Pantau respon verbal dan non
verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2.
Dorong klien untuk mengekspresikan
perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur
rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4.
Kolaborasi pemberian agen
terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium,
Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
|
- Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa
cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan
pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
- Informasi yang tepat tentang
situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap
lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi
yang terjadi.
-
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.
|
d)
(Resiko tinggi) Penurunan curah
jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan
preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard,
kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk
dan berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan potensi pacu jantung bila
digunakan.
|
- Hipotensi
dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard
dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah
vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK.
Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang
meningkat.
- S3
dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri
yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan
aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan
septum atau vibrasi otot papilar.
- Krekels
menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokard.
- Makan
dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang
vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan
suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur
IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau
nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara
selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark
luas/kerusakan sistem konduksi.
|
e)
(Resiko tinggi) Perubahan perfusi
jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba
seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat
kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot
aksesori, bunyi napas)
4.
Pantau fungsi gastrointestinal
(anoreksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan
konstipasi)
5. Pantau asupan cairan dan haluaran urine, catat berat
jenis.
6.
Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Heparin/Natrium Warfarin
(Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin
(Zantac), Antasida.
-
Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
|
ü Perfusi
serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit
dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
ü Penurunan
curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh
penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
ü Kegagalan
pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea
tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
ü Penurunan sirkulasi ke mesenterium dapat menimbulkan
disfungsi gastrointestinal.
ü Asupan
cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak
negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine
merupakan indikator status hidrasi dan fungsi ginjal.
ü Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
ü Heparin
dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang beresiko
tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis.
Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
ü Menurunkan/menetralkan
asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena
adanya penurunan sirkulasi mukosa.
ü Pada
infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi
miokard.
|
f)
(Resiko tinggi) Kelebihan volume
cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Auskultasi bunyi napas terhadap
adanya krekels.
2.
Pantau adanya DVJ dan edema
anasarka.
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap
hari bila tidak kontraindikasi.
4.
Pertahankan asupan cairan total
2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5.
Kolaborasi pemberian diet rendah
natrium.
6.
Kolaborasi pemberian diuretik
sesuai indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/Apresoline, Spironlakton/
Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai
indikasi.
|
ü Indikasi
terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
ü Dicurigai
adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
ü Penurunan
curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala
lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume
cairan/gagal jantung.
ü Memenuhi
kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi tetap disesuaikan dengan adanya
dekompensasi jantung.
ü Natrium
mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
ü Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan
volume cairan.
ü Hipokalemia
dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.
|
g)
Kurang pengetahuan (tentang kondisi
dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan
status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tingkat pengetahuan
klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2.
Berikan informasi dalam berbagai
variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas,
aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko,
pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian
cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver
Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan
aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja
sedang)
|
ü Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik
dan mental klien.
ü Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
ü Memberikan
informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas
dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
ü Aktivitas
ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan
oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan
ulang.
ü Meningkatkan
aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang
berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan
memungkinkan kembalinya pola hidup normal.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta: EGC
Doenges at al. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta: EGC
Soeparman & Waspadji. 1990. Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: BP FKUI