Rabu, 12 Juni 2013

ASKEP Infark Miokard Akut (IMA)


ASKEP Infark Miokard Akut (IMA) 



A.      PENDAHULUAN
Infark Miokardium Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah keotot jantung terganggu. Umumnya IMA didasari oleh adanya arterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard ini hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque arterosklerosis yang tidak stabil; juga seringkali mengikuti ruptur plague pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Kerusakan miokard ini terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversibel dalam 3-4 jam dan akan terus mengalami proses injury selama beberapa minggu atau bulan.
Secara morfologis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu IMA transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner; dan IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner).
Penderita dengan IMA hendaknya segera mendapat pertolongan oleh karena angka kematian sangat tinggi, terutama dalam jam-jam pertama serangan.Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya IMA antara lain:merokok,hipertensi,obesitas.
Di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostic dan unit-unit perawatan penyakit jantung koroner yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil menurunkan angka kematian IMA.

B.       KONSEP MEDIK
1.    Pengertian
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994, infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan kerusakan jaringan  yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (PKJPDN Harapan Kita, 2001).

2.      Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau pendarahan.
Faktor resiko menurut Framingham:

a)         Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
b)        Merokok sigaret : > 20/hari
c)         Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
d)        Hipertensi : > 160/90 mmHg
e)         Gaya hidup monoton


Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sebagai berikut:
a)         Riwayat penyakit jantung keluarga
b)        Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
c)         Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal
d)        Jenis kelamin pria
e)         Menggunakan kontrasepsi oral
f)         Menopause
g)        Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi

3.        Gejala Klinis
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus menerus, dan dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.

4.        Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30–45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardium adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.
 Skema Patofisiologi
                                
 

5.        Penunjang Diagnostik
a.         Elektrokardiograf (EKG)
Adanya gelombang patologik disertai dengan peninggian segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik.Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).

b.         Pemeriksaan Enzim-Enzim Jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzim jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT).
Creatinin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali ke nilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine Test) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12- 48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan, kadang-kadang hiperglikemia ringan.

c.         Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d.        Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner  besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e.         Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area iskemia.
6.        Pengobatan
Tujuannya adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen jantung. Therapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan fungsi jantung.
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplay oksigen yaitu :
a)         Vasodilator
Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung.
b)        Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
c)         Tranbolitik
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.


C.       KONSEP KEPERAWATAN
1.         Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik
a)        Aktivitas/istirahat
Gejala:
-  Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
-  Riwayat pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur
Tanda:
-  Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
b)        Sirkulasi
Gejala: Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
-  TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
-  Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
-  BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
-  Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
-  Friksi; dicurigai perikarditis
-  Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
-  Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
-  Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
c)        Integritas ego
Gejala:
-  Menyangkal gejala penting.
-  Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
-  Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tidak perlu’
-  Khawatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
-  Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
-  Gelisah, marah, perilaku menyerang
-  Fokus pada diri sendiri/nyeri.
d)       Eliminasi
Tanda: Bunyi usus normal atau menurun
e)        Makanan/cairan
Gejala: Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
-  Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
-  Muntah,
-  Perubahan berat badan
f)         Hygiene
Gejala/tanda: Kesulitan melakukan perawatan diri.
g)        Neurosensori
Gejala: Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
-  Perubahan mental
-  Kelemahan
h)       Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
-  Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
-  Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
-  Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
-  Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
-  Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
-  Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
-  Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
-  Menarik diri, kehilangan kontak mata
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
i)          Pernapasan
Gejala:
-  Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
-  Batuk produktif/tidak produktif
-  Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis

Tanda:
-  Peningkatan frekuensi pernapasan
-  Pucat/sianosis
-  Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
-  Sputum bersih, merah muda kental
j)          Interaksi sosial
Gejala:
-  Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
-  Kesulitan koping dengan stressor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
-  Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
-  Menarik diri dari keluarga
k)       Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
-  Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
-  Riwayat penggunaan tembakau

2.         Diagnosa Keperawatan
a)        Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
b)        Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
c)        Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
d)       (Resiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
e)        (Resiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
f)         (Resiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
g)        Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
3.         Intervensi Keperawatan
a)        Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik.
2.    Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3.    Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi).
4.    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
a.    Antiangina seperti nitrogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

b.    Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
c.    Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)


d.   Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).


Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
- Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.

- Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.





- Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis. (Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk).
- Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebutuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.





b)        Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2.    Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas.

3.    Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.




4.    Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.


5.    Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6.    Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
- Menentukan respon klien terhadap aktivitas.

- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.
- Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengejan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien, tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
- Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

c)        Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2.    Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3.    Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.


4.    Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
- Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
-   Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
- Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.


d)       (Resiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)








2.    Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.







3.    Auskultasi bunyi napas.


4.    Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.


5.    Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien

6.    Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.

7.    Bantu pemasangan/pertahankan potensi pacu jantung bila digunakan.

- Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
- S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
- Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
- Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.


e)        (Resiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.

2.    Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.

3.    Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)


4.    Pantau fungsi gastrointestinal (anoreksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5.    Pantau asupan cairan dan haluaran urine, catat berat jenis.




6.    Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7.    Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
-          Heparin/Natrium Warfarin (Couma-din)




-          Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.


-          Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
ü Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
ü Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
ü Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
ü Penurunan sirkulasi ke mesenterium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal.


ü Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrasi dan fungsi ginjal.
ü Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.


ü Heparin dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang beresiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
ü Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
ü Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.

f)         (Resiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2.    Pantau adanya DVJ dan edema anasarka.
3.    Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.




4.    Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5.    Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6.    Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7.    Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
ü Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
ü Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
ü Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
ü Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
ü Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
ü Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.


ü Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.



g)        Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2.    Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3.    Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.

4.    Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.

5.    Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
ü Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.

ü Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.


ü Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
ü Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
ü Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.




DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta: EGC
Doenges at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta: EGC
Soeparman & Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: BP FKUI