BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Struma merupakan salah satu masalah
gizi di Indonesia, sebab utamanya adalah
Defisiensi Yodium, di samping faktor-faktor lain misalnya bertambahnya hormon,
tulang pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau dapat juga karena
pengaruh zat-zat goitrogenik.
Pada zaman ini kebutuhan akan gizi
seimbang sering diabaikan, masyarakat biasanya lebih tertarik dengan makanan
yang instan, mengandung zat pengawet/ kimiawi sehingga pola makan dan kebutuhan
gizi kurang diperhatikan.
Pada masyarakat yang mengkonsumsi
makanan yang kurang mengandung yodium kemungkinan mengalami struma, banyak
terserang pada kaum wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi karena
wanita khususnya pada masa pubertas, kehamilan dan laktasi kebutuhan tiroksin
sangat diperlukan.
Mengetahui hal ini, maka penulis
terdorong dan berminat untuk meembahas mengenai asuhan keperawatan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
B. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah STRUMA
2. Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan
gangguan STRUMA.
b.
Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan
gangguan STRUMA.
c.
Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan
gangguan tetanus.
Mahasiswa mampu mengevaluasi pada
klien dengan gangguan STRUMA.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. KONSEP DASAR
MEDIS
DEFINISI
·
Struma adalah istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid / godok (Dr.Hendra T.Laksman)
·
Struma Nodusa adalah struma yang tanpa disertai hipertiroidisme ( Manjoer
1999 : 589 )
·
Struma Nodusa atau struma adenomathosa adalah struma yang ditemukan di
daerah pegunungan kerena difisiensi yodium ( Syamsu Hidayat,1997 : 934 )
ANATOMI
FISIOLOGI
Kelejar
tiroid merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan bawah
melekat pada dinding laring, sebelah kanan trakea, terdiri dari 2 lobus yaitu
lobus kiri dan kanan. Kelenjar tiroid terletak di depan dan disamping bagian
atas dari trakea, bagian yang terletak di depan trakea disebut isthmus dan
besarnya kira-kira 0,4 x 2 x 2 cm, dari isthmus ini ke kanan dan ke kiri
terdapat dua lobus inferior, masing-masing sebesar ± 2-2,4 cm. Pada bagian yang
terbesar berat seluruh kelenjar antara 15-29 gram. Kelenjar ini letaknya
berdekatan dengan nervus laryngeus recarreus dan kelenjar paratyroid. Fungsi
utama dari kelenjar tiroid ialah mempertahankan derajat metabolisme yang
tinggi, kelenjar tiroid termasuk salah satu alat tubuh yang sensitif dan dapat
bereaksi terhadap berbagai rangsangan. Pada masa pubertas, kehamilan dan stress
kelenjar dapat membesar dan berfungsi aktif.
Etiologi
Penyebab kelainan ini bermacam –
macam, pada siap orang dapat dijumpai masa karena
kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan,
menstruasi, kehamilan, laktasi, menopouse,
infeksi atau stress lain. Pada masa-masa tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi
kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid
serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah
di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia.( Manjoer, 1999 : 589 )
MANIFESTASI KLINIK / TANDA DAN
GEJALA
a.
Benjolan di leher
b.
Rasa berat di leher
c.
Bila keganasan gejala : perubahan bentuk, perdarahan
lokal, dan tanda penyusutan di kulit, nervus rekurens dan trakea/ esophagus.
d.
Tidak tahan terhadap suhu meningkat
e.
Nafsu makan meningkat
f.
Berat badan menurun
g.
Diare
h.
Menoragia : perdarahan haid lebih dari normal
i.
Palpitasi
j.
Tekanan denyut besar/ pulses seler
k.
Tachikardia juga pada saat tidur atau istirahat
l.
Fibrilasi natrium
m.
Insomnia
n.
Kurang stabilnya emosi
o.
Tremor
p.
Eksoftalamus karena proplosi
q.
Retraksi kelopak mata
r.
Oftalmoplegi (kelumpuhan otot mata)
s.
Juling (otot mata terjepit)
t.
Odema pretibia.
PATOFISIOLOGI
Ada beberapa faktor
diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi (sel bertambah besar)
kelenjar tiroid termasuk defisiensi yodium, goiter genik glikoid agent ( zat
atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid). Seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, kubis bila
dikonsumsi secara berlebihan juga obat-obatan anti tiroid anomali, peradangan,
tumor atau neoplasma.
Dampak struma terhadap tubuh
terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan
organ-organ di sekitarnya. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea esophagus dan pita suara, sehingga terjadi kesulitan bernafas disfagia
yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi cairan dan
elektrolit. Penekanan pada pita suara akan mengakibatkan suara menjadi serak
dan parau. Bila kelenjar pembesarannya keluar akan memberi bentuk leher yang
besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernafas atau
disfogia. Tentu dampaknya lebih mengarah kepada estetika perubahan bentuk leher
dapat mempengaruhi rasa aman.
Di luar kelainan bawaan, kelainan
kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu penyakit yang
menyebabkan perubahan fungsi, seperti : hipertiroidisme dan penyakit yang
menyebabkan perubahan jaringan dan bentuk kelenjar, seperti struma noduler.
Fungsi tiroid dapat berkurang normal, atau bertambah pengurangan fungsi / hipertiroidisme
dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus, kerusakan kelenjar hipofisis,
defesiensi yodium, obat anti tiroid dan tiroiditis juga terdapat yang dikenal
dengan hipertirodisme, dan latrogenik.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain, jika asupan yodium kurang dari 40 mg/hari kelenjar tiroid akan mengalami
hipertiroid pembesaran keenjar tiroid akan mengakibatkan penekanan organ-organ
disekitarnya, misalnya : pita suara, trakea, tidak jarang meningkat secara
perlahan turun ke rongga toraks sehingga menimbulkan penekanan sebagian nodul
berubah menjadi maligna dan sebagian lagi disertai keadaan hipertiroid.
DATA PENUNJANG
a.
Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan
dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah
fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan
setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang
ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid
dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
·
Nodul dingin bila penangkapan yodium
nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
·
Nodul panas bila penangkapan yodium
lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang
berlebih.
·
Nodul hangat bila penangkapan yodium
sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang
lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
b.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG
dapat dibedakan antara yang padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi
belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan-kelainan
yang dapat didiagnosis dengan USG ialah :
·
Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya
hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
·
Adenoma/nodul padat : iso atau
hiperekoik, kadang-kadang disertai halo yaitu suatu ingkaran hipoekonik
disekelilingnya.
·
Kemungkinan karsinoma : nodul padat,
biasanya tanpa halo.
·
Tiroiditis hipoekoik, difus, meliputi
seluruh kelenjar. Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan, lebih
aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih dapat
membedakan antara yang jinak dan ganas.
c.
Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsy ini dilakukan
khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hamper tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative
palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh
ahli sitologi.
d.
Termografi
Termografi adalah
metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan
memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan
panas dengan sekitarnya > C dan°0.9
dingin > C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa pada°0.9 yang ganas
semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila
dibanding dengan pemeriksaan lain. Khususnya pada penegakan diagnosis
keganasan, menurut Gobien, ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik
tiroid adalah 98 %
PENATALAKSANAAN
1. Dengan
pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan
merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian
garam beriodium.
3. Penyuntikan
lipidol
Sasaran penyuntikan
lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 %
tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1
cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Penatalaksanaan
Bedah
Indikasi untuk
eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
· Terapi : pengurangan masa fungsional dan
pengurangan massa yang menekan.
· Ekstirpasi : penyakit keganasan.
· Paliasi : eksisi massa tumor yang tidak dapat
disembuhkan, yang menimbulkan gejala penekanan mengganggu.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengkajian
Menurut
Doengoes ( 1999 : 202 )
a.
Integritas Ego
Gejala : perasaan takut akan kehilangan suara,
khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga atau kemampuan kerja.
Tanda : Ansietas, Depresi, marah dan menolak.
b.
Makanan atau cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : kesulitan menelan, mudah tersedak,
inflamasi / drainage oral, kebersihan gigi buruk.
c.
Hygiene
Tanda : kemunduran kebersihan gigi, kebutuhan
perawatan dasar.
d.
Neurosensori
Gejala : Displobia ( penglihatan ganda ),
ketulian, kesemutan parastesia otot wajah.
Tanda : Hiperemis wajah ( keterlibatan parotid
dan submandibularis ), parau menetap atau kehilangan suara, kesulitan menelan,
ketulian konduksi, kerusakan membran mukosa.
e.
Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Sakit tenggorokan atau mulut ( nyeri hebat menyertai pembedahan leher
dibandingkan nyeri sebelum pembedahan )
Tanda : perilaku berhati – hati, gelisah,
gangguan tonus otot.
f.
Pernafasan
Gejala : batuk dengan atau tanpa sputum, Drainase
darah pada nasal
Tanda : sputum dengan darah, Hiplopisis, Dyspnea.
g.
Interaksi social
Gejala : Masalah tentang kemampuan berkomunikasi
bergabung dalam interaksi social
Tanda : Parau menetap / perubahan tinggi, suara
bicara kacau, enggan untuk bicara
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul dari masalah
yang ditemukan dalam pengkajian antara lain sebagai berikut :
1) Nyeri
berhubungan dengan adanya luka operasi di leher
2) Potensial
tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan perdarahan dan odema laring.
3) Keterbatasan
aktivitas berhubungan dengan adanya luka operasi di leher
4) Kerusakan komunikasi vebal b/d cidera pita suara
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
epiglottis menutup trakea, nyeri telan.
Intervensi
Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan ditetapkan berdasarkan
beberapa hal, antara lain, menentukan prioritas masalah. Untuk menentukan
prioritas masalah, kita harus memperhatikan masalah yang nyata/ aktual dan yang
potensial. Menentukan dan menetapkan tujuan yang akan dicapai, biasanya dalam
bentuk tingkah laku dan berorientasi pada perilaku pasien. Menentukan rencana
tindakan, mulai dari yang bersifat meningkatkan status kesehatan pasien,
mencegah terjadinya penyakit dan yang bersifat memulihkan status kesehatan.
1.
Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi di leher
Tujuan :
Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria
hasil :
- Mengungkapkan
perasaan nyaman dan tidak nyeri
- Ekspresi
wajah dan tubuh tampak rileks
- Tidak
meringis
Rencana
Tindakan
a.
Kaji tingkat/ intensitas frekuensi rasa nyeri, catat lokasi dan lamanya nyeri.
Rasionalisasi : Untuk mengetahui derajat rasa nyeri pasien agar dapat
menentukan pilihan intervensi dan menentukan efektivitas terapi tindakan
yang tepat.
b.
Observasi tanda-tanda vital
Rasionalisasi : Untuk mengetahui keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital dapat memberi gambaran terhadap kenyamanan nyeri
c.
Berikan posisi yang nyaman, kepala ditinggikan / semi
fowler
Rasionalisasi
: Untuk mengurangi penekanan
pada luka operasi sehingga tidak menimbulkan nyeri
d.
Anjurkan pasien untuk menggunakan untuk menyokong
leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher
Rasionalisasi
: Untuk mencegah stress pada
garis jahitan dan menurunkan tegangan otot
e.
Anjurkan untuk memilih sikap yang nyaman sesuai dengan
toleransi
Rasionalisasi : Sikap yang dapat
ditoleransi akan menimbulkan rasa aman.
f.
Berikan minuman yang sejuk atau makanan yang lunak
seperti es krim atau sejenisnya
Rasionalisasi : Menurunkan nyeri tenggorok,
tetapi makanan lunak
ditoleransi, jika pasien mengalami kesulitan pada saat menelan
g.
Gunakan bantal pasir untuk mempertahankan posisi
kepala
Rasionalisasi : Untuk mencegah reaksi refleks atau ekstraksi kepala
h.
Libatkan keluarga dalam memberikan bantuan pemenuhan
pasien
Rasionalisasi
: Keluarga merupakan orang terdekat dan memiiki rasa keterlibatan dalam
proses keperawatan.
i.
Libatkan keluarga dalam atau untuk memotivasi pasien
dalam mengalihkan rasa nyeri
Rasionalisasi : Dukungan
keluarga dapat memotivasi
pasien untuk
menghilangkan rasa nyeri
j.
Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian terapi
analgetik maupun obat antibiotik yang sesuai dan tepat
Rasionalisasi : Efek analgetik
dan antibiotik dapat menurunkan rasa nyeri
2.
Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan
dengan perdarahan dan odema laring.
Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif
Kriteria
hasil :
- Pernafasan
dan suara nafas dalam batas normal
- Tidak ada
perdarahan pada luka operasi
Rencana Tindakan
a.
Kaji frekuensi pernafasan ke dalam dan kerja
pernafasan
Rasionalisasi
: Berkembangnya distress pada
pernafasan merupakan indikasi
kompresi trakea karena edema/ perdarahan.
b.
Kaji keefektifan jalan nafas, perdarahan dan odema laring.
Rasionalisasi : Untuk mengetahui
penyebab tidak efektifnya jalan nafas
c.
Kaji tanda-tanda vital pasien dan beri posisi dengan
kepala ditinggikan 30-40 0
Rasionalisasi : Untuk mengetahui
keadaan umum pasien
(memberi
gambaran) dan untuk membebaskan
jalan nafas.
d.
Observasi adanya dispnea, stridor dan sianosis serta
perhatikan kualitas suara pasien
Rasionalisasi
: Indikator obstruksi trakea
/ spasme laring
yang membutuhkan evaluasi dan intervemsi segera.
e.
Anjurkan pasien untuk menyokong kepala dengan bantal
Rasionalisasi
: Untuk menurunkan regangan
pada daerah luka dan saluran pernafasan.
f.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronki
pasien
Rasionalisasi
: Ronki merupakan indikasi
adanya obstruksi/ spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan
intervensi yang cepat dan tepat.
g.
Bantu pasien dalam perubahan posisi/ untuk tidur
miring, latihan nafas dalam dan batuk efektif, sesuai dengan indikasi
Rasionalisasi
: Untuk membantu mengeluarkan cairan atau lendir dari jalan nafas dan mulut
serta mempertahankan kebersihan jalan nafas dan ventilasi
h.
Siapkan alat penghisap lendir disisi tempat tidur
pasien, lakukan penghisapan pada mulut dan trakea sesuai dengan indikasi, catat
warna dan karakteristik sputum pasien.
Rasionalisasi
: Edema dan nyeri
dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan
membersihkan jalan nafas pasien.
i.
Siapkan O2 dan set inakostomi segera, bila
dibutuhkan
Rasionalisasi
: Untuk membantu pernafasan pasien,
jika tidak mampu bernafas secara
efektif
j.
Perhatikan keluhan kesulitan menelan, penumpukan
sekresi oral
Rasionalisasi : Merupakan indikasi
edema dan perdarahan
yang
membeku pada jaringan sekitar di
daerah leher pasien yang dioperasi
k.
Libatkan keluarga pasien untuk memotivasi dan dalam
memberi bantuan pasien
Rasionalisasi
: Keluarga merupakan orang terdekat yang setiap waktu dapat memberi bantuan
dalam proses penyembuhan pasien.
l.
Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian terapi
analgetik maupun obat antibiotik yang sesuai dan tepat.
Rasionalisasi
: Analgetik dan obat antibiotik
dapat mengurangi rasa nyeri dan membantu dalam proses penyembuhan pasien.
3.
Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan adanya luka
operasi di leher.
Tujuan :
Aktivitas dapat terpenuhi secara adekuat
Kriteria
hasil :
-
Pasien dapat memenuhi / melakukan aktivitas tanpa bantuan
Rencana
Tindakan
a.
Kaji tingkat aktivitas yang dapat dilakukan pasien
Rasionalisasi
: Untuk mengetahui tingkat
aktivitas pasien sehingga dapat
memberi intervensi yang sesuai
b.
Observasi tanda-tanda vital pasien
Rasionalisasi
: Untuk mengetahui keadaan
umum pasien. Tanda-tanda vital pasien bisa merupakan
suatu gambaran untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien.
c.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
Rasionalisasi
: Bantuan yang diberikan dapat
mengurangi keterbatasan aktivitas pasien.
d.
Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sederhana/
ringan sesuai toleransi
Rasionalisasi
: Aktivitas yang dapat ditoleransi dapat meminimalkan
komplikasi dan sekaligus melatih agar jangan kaku
e.
Libatkan keluarga dalam memenuhi aktivitas
Rasionalisasi
: Keluarga dapat membantu
mengatasi keterbatasan pasien sehingga aktivitas dapat terpenuhi
f.
Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian terapi
analgetik maupun obat antibiotik yang sesuai dengan tepat.
Rasionalisasi
: Efek analgetik dan obat antibiotik
dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
4.
Kerusakan komunikasi vebal b/d cidera pita suara ( Doengoes,2000 : 721)
Tujuan : klien dapat berkomunikasi secara verbal
maupun nonverbal
Kriteria Hasil : Mampu menciptakan metode
komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
Intervensi :
a.
Kaji fungsi bicara periodic, anjurkan untuk tidak bicara terus menerus
R/ : Kerusakan saraf permanent dapat terjadi,
yang menyebabkan paralysis pita suara dan atau penekanan pada trakea.
b.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang memerlukan
jawaban ’’Ya’’ atau ‘’ Tidak ‘’.
R/ : Menurunkan kebutuhan berespon mengurangi
bicara.
c.
Memberi metode komunikasi alternative yang sesuai seperti papan tulis,
kertas atau papan gambar
R/ : Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan
d.
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi pasien secara teratur.
R/ : Menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien
untuk berkomunikasi.
e.
Beritahu pasien untuk terus membatasi bicara
R/ : Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk
menciptakan kebutuhan yang diperlukan.
f.
Pertahankan lingkungan yang tenang
R/ : Meningkatkan kemampuan mendengar komunikasi
perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan.
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d epiglottis menutup trakea,
nyeri telan.
Tujuan : tidak terjadi malnutrisi
Kriteria Hasil :
- Menjelaskan alasan dan prosedur pengobatan.
- Mendapatkan pengalaman tentang nutrisi yang
adekuat melalui Oral
Intervensi
:
a.
Kaji tingkat kesadaran dan respon secara tepat dan kemampuan dalam
menelan
R/ : Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan
makanan seperti semula
b.
Ajarkan teknik untuk mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat dan
merangsang nafsu makan
R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien
c.
Ubah variasi kepadatan makanan yang diperbolehkan menurut tekstur dan
rasa yang berbeda
R/ : Dengan pemberian makanan yang bervariasi
paisen tidak akan bosan.
d.
Posisikan pasien dengan setengah duduk / Semi Fowler atau ditepi tempat
tidur jika memungkinkan
R/ : Menjaga kenyamanan pasien
e.
Pertahankan posisi selama 10-15 menit sebelum dan sesudah makan.
R/ : Untuk mempertahankan kepatenan esofhagus.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas
dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi.Klasifikasi dari struma nodosa non toksik didasarkan
atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan
menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya.Etiologi dari struma
nodosa non toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia
diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam
dietnya.Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo atau hipertiroidi. Diagnosis
ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG,
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan petanda Tumor (tumor
marker).Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi
pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total.Komplikasi
dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena
besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens,
sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
B.
Saran
Penulis
mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, menambah ilmu
pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa, namun
penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.
1.
Untuk Dosen mata
kuliah KMB III kami mengharapkan dapat disimpan di perpustakaan untuk bahan
bacaan dan dijadikan literatur dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2. Untuk
Mahasiswa D III keperawatan kami mengharapkan makalah kami ini dapat dijadikan
bahan bacaan yang menambah wawasan.
Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar