Rabu, 12 Juni 2013

ASKEP pasien dengan masalah Struma


BAB I
PENDAHULUAN



A.         LATAR BELAKANG
Struma merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, sebab utamanya  adalah Defisiensi Yodium, di samping faktor-faktor lain misalnya bertambahnya hormon, tulang pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau dapat juga karena pengaruh zat-zat goitrogenik.
Pada zaman ini kebutuhan akan gizi seimbang sering diabaikan, masyarakat biasanya lebih tertarik dengan makanan yang instan, mengandung zat pengawet/ kimiawi sehingga pola makan dan kebutuhan gizi kurang diperhatikan.
Pada masyarakat yang mengkonsumsi makanan yang kurang mengandung yodium kemungkinan mengalami struma, banyak terserang pada kaum wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi karena wanita khususnya pada masa pubertas, kehamilan dan laktasi kebutuhan tiroksin sangat diperlukan.
Mengetahui hal ini, maka penulis terdorong dan berminat untuk meembahas mengenai asuhan keperawatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

B.      Tujuan
1.   Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan  pada klien dengan masalah STRUMA
2.   Tujuan Khusus
a.         Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan gangguan STRUMA.
b.         Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan gangguan STRUMA.
c.         Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan gangguan tetanus.
Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan gangguan STRUMA.




BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    KONSEP DASAR MEDIS
DEFINISI
·        Struma adalah istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid / godok (Dr.Hendra T.Laksman)
·        Struma Nodusa adalah struma yang tanpa disertai hipertiroidisme ( Manjoer 1999 : 589 )
·        Struma Nodusa atau struma adenomathosa adalah struma yang ditemukan di daerah pegunungan kerena difisiensi yodium ( Syamsu Hidayat,1997 : 934 )
ANATOMI FISIOLOGI
          Kelejar tiroid merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring, sebelah kanan trakea, terdiri dari 2 lobus yaitu lobus kiri dan kanan. Kelenjar tiroid terletak di depan dan disamping bagian atas dari trakea, bagian yang terletak di depan trakea disebut isthmus dan besarnya kira-kira 0,4 x 2 x 2 cm, dari isthmus ini ke kanan dan ke kiri terdapat dua lobus inferior, masing-masing sebesar ± 2-2,4 cm. Pada bagian yang terbesar berat seluruh kelenjar antara 15-29 gram. Kelenjar ini letaknya berdekatan dengan nervus laryngeus recarreus dan kelenjar paratyroid. Fungsi utama dari kelenjar tiroid ialah mempertahankan derajat metabolisme yang tinggi, kelenjar tiroid termasuk salah satu alat tubuh yang sensitif dan dapat bereaksi terhadap berbagai rangsangan. Pada masa pubertas, kehamilan dan stress kelenjar dapat membesar dan berfungsi aktif. 


Etiologi
          Penyebab kelainan ini bermacam – macam, pada siap orang dapat dijumpai masa karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopouse, infeksi atau stress lain. Pada masa-masa tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia.( Manjoer, 1999 : 589 )



MANIFESTASI KLINIK / TANDA DAN GEJALA

a.       Benjolan di leher
b.      Rasa berat di leher
c.       Bila keganasan gejala : perubahan bentuk, perdarahan lokal, dan tanda penyusutan di kulit, nervus rekurens dan trakea/ esophagus.
d.      Tidak tahan terhadap suhu meningkat
e.       Nafsu makan meningkat
f.       Berat badan menurun
g.      Diare
h.      Menoragia : perdarahan haid lebih dari normal
i.        Palpitasi
j.        Tekanan denyut besar/ pulses seler
k.      Tachikardia juga pada saat tidur atau istirahat
l.        Fibrilasi natrium
m.    Insomnia
n.      Kurang stabilnya emosi
o.      Tremor
p.      Eksoftalamus karena proplosi
q.      Retraksi kelopak mata
r.        Oftalmoplegi (kelumpuhan otot mata)
s.       Juling (otot mata terjepit)
t.        Odema pretibia.

PATOFISIOLOGI
Ada beberapa faktor diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi (sel bertambah besar) kelenjar tiroid termasuk defisiensi yodium, goiter genik glikoid agent ( zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid). Seperti ubi kayu,  jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan juga obat-obatan anti tiroid anomali, peradangan, tumor atau neoplasma.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea esophagus dan pita suara, sehingga terjadi kesulitan bernafas disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan mengakibatkan suara menjadi serak dan parau. Bila kelenjar pembesarannya keluar akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernafas atau disfogia. Tentu dampaknya lebih mengarah kepada estetika perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman.
Di luar kelainan bawaan, kelainan kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi, seperti : hipertiroidisme dan penyakit yang menyebabkan perubahan jaringan dan bentuk kelenjar, seperti struma noduler. Fungsi tiroid dapat berkurang normal, atau bertambah pengurangan fungsi / hipertiroidisme dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus, kerusakan kelenjar hipofisis, defesiensi yodium, obat anti tiroid dan tiroiditis juga terdapat yang dikenal dengan hipertirodisme, dan latrogenik.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, jika asupan yodium kurang dari 40 mg/hari kelenjar tiroid akan mengalami hipertiroid pembesaran keenjar tiroid akan mengakibatkan penekanan organ-organ disekitarnya, misalnya : pita suara, trakea, tidak jarang meningkat secara perlahan turun ke rongga toraks sehingga menimbulkan penekanan sebagian nodul berubah menjadi maligna dan sebagian lagi disertai keadaan hipertiroid.

DATA PENUNJANG
a.         Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
·           Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal  ini menunjukkan fungsi yang rendah.
·           Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
·           Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
b.        Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG ialah :
·           Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
·           Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai halo yaitu suatu ingkaran hipoekonik disekelilingnya.
·           Kemungkinan karsinoma : nodul padat, biasanya tanpa halo.
·           Tiroiditis hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar. Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan, lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.
c.         Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
d.        Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan panas dengan sekitarnya > C dan°0.9 dingin > C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa pada°0.9 yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain. Khususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut Gobien, ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik tiroid adalah 98 %

PENATALAKSANAAN
1.      Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
2.      Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3.      Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.


4.      Penatalaksanaan Bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
·      Terapi          : pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa yang menekan.
·      Ekstirpasi    : penyakit keganasan.
·      Paliasi         : eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala penekanan mengganggu.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengkajian
Menurut Doengoes ( 1999 : 202 )
a.       Integritas Ego
Gejala : perasaan takut akan kehilangan suara, khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga atau kemampuan kerja.
Tanda : Ansietas, Depresi, marah dan menolak.
b.      Makanan atau cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi / drainage oral, kebersihan gigi buruk.
c.       Hygiene
Tanda : kemunduran kebersihan gigi, kebutuhan perawatan dasar.
d.      Neurosensori
Gejala : Displobia ( penglihatan ganda ), ketulian, kesemutan parastesia otot wajah.
Tanda : Hiperemis wajah ( keterlibatan parotid dan submandibularis ), parau menetap atau kehilangan suara, kesulitan menelan, ketulian konduksi, kerusakan membran mukosa.
e.       Nyeri / kenyamanan
Gejala  : Sakit tenggorokan atau mulut ( nyeri hebat menyertai pembedahan leher dibandingkan nyeri sebelum pembedahan )
Tanda : perilaku berhati – hati, gelisah, gangguan tonus otot.
f.       Pernafasan
Gejala : batuk dengan atau tanpa sputum, Drainase darah pada nasal
Tanda : sputum dengan darah, Hiplopisis, Dyspnea.


g.      Interaksi social
Gejala : Masalah tentang kemampuan berkomunikasi bergabung dalam interaksi social
Tanda : Parau menetap / perubahan tinggi, suara bicara kacau, enggan untuk bicara

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul dari masalah yang ditemukan dalam pengkajian antara lain sebagai berikut :
1)  Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi di leher
2)  Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan perdarahan dan odema laring.
3)  Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan adanya luka operasi di leher
4)  Kerusakan komunikasi vebal b/d cidera pita suara
5)  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d epiglottis menutup trakea, nyeri telan.

Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan ditetapkan berdasarkan beberapa hal, antara lain, menentukan prioritas masalah. Untuk menentukan prioritas masalah, kita harus memperhatikan masalah yang nyata/ aktual dan yang potensial. Menentukan dan menetapkan tujuan yang akan dicapai, biasanya dalam bentuk tingkah laku dan berorientasi pada perilaku pasien. Menentukan rencana tindakan, mulai dari yang bersifat meningkatkan status kesehatan pasien, mencegah terjadinya penyakit dan yang bersifat memulihkan status kesehatan.
1.        Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi di leher
Tujuan      :   Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria hasil         :  
-    Mengungkapkan perasaan nyaman dan tidak nyeri
-    Ekspresi wajah dan tubuh tampak rileks
-    Tidak meringis
Rencana Tindakan          
a.         Kaji tingkat/ intensitas frekuensi rasa nyeri,  catat lokasi dan lamanya nyeri.
Rasionalisasi : Untuk mengetahui derajat rasa nyeri pasien agar dapat
menentukan pilihan intervensi dan menentukan efektivitas terapi tindakan yang tepat. 
b.         Observasi tanda-tanda vital
Rasionalisasi : Untuk mengetahui keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital dapat memberi gambaran terhadap kenyamanan nyeri
c.         Berikan posisi yang nyaman, kepala ditinggikan / semi fowler
Rasionalisasi : Untuk   mengurangi    penekanan   pada  luka  operasi sehingga tidak menimbulkan nyeri
d.        Anjurkan pasien untuk menggunakan untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher
Rasionalisasi : Untuk   mencegah   stress    pada   garis   jahitan   dan menurunkan tegangan otot
e.         Anjurkan untuk memilih sikap yang nyaman sesuai dengan toleransi
Rasionalisasi : Sikap  yang  dapat  ditoleransi akan menimbulkan rasa aman.
f.          Berikan minuman yang sejuk atau makanan yang lunak seperti es krim atau sejenisnya
Rasionalisasi : Menurunkan  nyeri  tenggorok,  tetapi  makanan lunak
ditoleransi, jika pasien mengalami kesulitan pada saat menelan
g.         Gunakan bantal pasir untuk mempertahankan posisi kepala
Rasionalisasi : Untuk mencegah reaksi refleks atau ekstraksi kepala
h.         Libatkan keluarga dalam memberikan bantuan pemenuhan pasien
Rasionalisasi : Keluarga  merupakan orang  terdekat dan memiiki rasa keterlibatan dalam proses keperawatan.
i.           Libatkan keluarga dalam atau untuk memotivasi pasien dalam mengalihkan rasa nyeri
Rasionalisasi : Dukungan  keluarga  dapat  memotivasi  pasien  untuk
      menghilangkan rasa nyeri
j.           Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian terapi analgetik maupun obat antibiotik yang sesuai dan tepat
Rasionalisasi : Efek  analgetik dan  antibiotik  dapat menurunkan rasa nyeri
2.        Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan perdarahan dan odema laring.
Tujuan      :   Jalan nafas tetap efektif
Kriteria hasil         :  
-    Pernafasan dan suara nafas dalam batas normal
-    Tidak ada perdarahan pada luka operasi

Rencana Tindakan          
a.       Kaji frekuensi pernafasan ke dalam dan kerja pernafasan
Rasionalisasi : Berkembangnya  distress   pada   pernafasan   merupakan indikasi kompresi trakea karena edema/ perdarahan.
b.      Kaji keefektifan jalan nafas,  perdarahan dan odema laring.
Rasionalisasi : Untuk   mengetahui   penyebab  tidak  efektifnya jalan nafas
c.       Kaji tanda-tanda vital pasien dan beri posisi dengan kepala ditinggikan 30-40 0
Rasionalisasi : Untuk  mengetahui  keadaan  umum  pasien  (memberi
gambaran) dan untuk membebaskan jalan nafas.
d.      Observasi adanya dispnea, stridor dan sianosis serta perhatikan kualitas suara pasien
Rasionalisasi : Indikator   obstruksi  trakea  /   spasme   laring    yang membutuhkan evaluasi dan intervemsi segera.
e.       Anjurkan pasien untuk menyokong kepala dengan bantal
Rasionalisasi : Untuk   menurunkan   regangan  pada daerah luka dan saluran pernafasan.
f.       Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronki pasien
Rasionalisasi : Ronki  merupakan  indikasi  adanya obstruksi/ spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat dan tepat.
g.      Bantu pasien dalam perubahan posisi/ untuk tidur miring, latihan nafas dalam dan batuk efektif, sesuai dengan indikasi
Rasionalisasi : Untuk membantu mengeluarkan cairan atau lendir dari jalan nafas dan mulut serta mempertahankan kebersihan jalan nafas dan ventilasi
h.      Siapkan alat penghisap lendir disisi tempat tidur pasien, lakukan penghisapan pada mulut dan trakea sesuai dengan indikasi, catat warna dan karakteristik sputum pasien.
Rasionalisasi : Edema  dan   nyeri   dapat  mengganggu   kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas pasien.
i.        Siapkan O2 dan set inakostomi segera, bila dibutuhkan
Rasionalisasi : Untuk    membantu    pernafasan    pasien,  jika   tidak mampu bernafas secara efektif
j.        Perhatikan keluhan kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral
Rasionalisasi : Merupakan   indikasi   edema   dan  perdarahan   yang
membeku pada jaringan sekitar di daerah leher pasien yang dioperasi
k.      Libatkan keluarga pasien untuk memotivasi dan dalam memberi bantuan pasien
Rasionalisasi : Keluarga merupakan orang terdekat yang setiap waktu dapat memberi bantuan dalam proses penyembuhan pasien.
l.        Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian terapi analgetik maupun obat antibiotik yang sesuai dan tepat.
Rasionalisasi : Analgetik  dan  obat  antibiotik dapat mengurangi rasa nyeri dan membantu dalam proses penyembuhan pasien.
3.        Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan adanya luka operasi di leher.
Tujuan      :   Aktivitas dapat terpenuhi secara adekuat
Kriteria hasil         :  
-          Pasien dapat memenuhi / melakukan aktivitas tanpa bantuan
Rencana Tindakan          
a.         Kaji tingkat aktivitas yang dapat dilakukan pasien
Rasionalisasi : Untuk  mengetahui  tingkat  aktivitas  pasien sehingga dapat memberi intervensi yang sesuai         
b.         Observasi tanda-tanda vital pasien
Rasionalisasi : Untuk    mengetahui   keadaan   umum   pasien.   Tanda-tanda vital pasien bisa merupakan suatu gambaran untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien.
c.         Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
Rasionalisasi : Bantuan      yang      diberikan      dapat     mengurangi keterbatasan aktivitas pasien.
d.        Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sederhana/ ringan sesuai toleransi
Rasionalisasi : Aktivitas  yang  dapat ditoleransi dapat meminimalkan komplikasi dan sekaligus melatih agar jangan kaku
e.         Libatkan keluarga dalam memenuhi aktivitas
Rasionalisasi : Keluarga   dapat    membantu   mengatasi keterbatasan pasien sehingga aktivitas dapat terpenuhi
f.          Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian terapi analgetik maupun obat antibiotik yang sesuai dengan tepat.
Rasionalisasi : Efek  analgetik dan obat antibiotik dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.

4.        Kerusakan komunikasi vebal b/d cidera pita suara ( Doengoes,2000 : 721)
Tujuan : klien dapat berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal
Kriteria Hasil : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
Intervensi :
a.         Kaji fungsi bicara periodic, anjurkan untuk tidak bicara terus menerus
R/ : Kerusakan saraf permanent dapat terjadi, yang menyebabkan paralysis pita suara dan atau penekanan pada trakea.
b.         Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang memerlukan jawaban ’’Ya’’ atau ‘’ Tidak ‘’.
R/ : Menurunkan kebutuhan berespon mengurangi bicara.
c.         Memberi metode komunikasi alternative yang sesuai seperti papan tulis, kertas atau papan gambar
R/ : Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan
d.        Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi pasien secara teratur.
R/ : Menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi.
e.         Beritahu pasien untuk terus membatasi bicara
R/ : Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diperlukan.
f.          Pertahankan lingkungan yang tenang
R/ : Meningkatkan kemampuan mendengar komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan.
5.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d epiglottis menutup trakea, nyeri telan.
Tujuan : tidak terjadi malnutrisi
Kriteria Hasil :
- Menjelaskan alasan dan prosedur pengobatan.
- Mendapatkan pengalaman tentang nutrisi yang adekuat melalui Oral
 Intervensi :
a.         Kaji tingkat kesadaran dan respon secara tepat dan kemampuan dalam menelan
R/ : Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan makanan seperti semula
b.         Ajarkan teknik untuk mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat dan merangsang nafsu makan
R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien
c.         Ubah variasi kepadatan makanan yang diperbolehkan menurut tekstur dan rasa yang berbeda
R/ : Dengan pemberian makanan yang bervariasi paisen tidak akan bosan.
d.        Posisikan pasien dengan setengah duduk / Semi Fowler atau ditepi tempat tidur jika memungkinkan
R/ : Menjaga kenyamanan pasien
e.         Pertahankan posisi selama 10-15 menit sebelum dan sesudah makan.
R/ : Untuk mempertahankan kepatenan esofhagus.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi.Klasifikasi dari struma nodosa non toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya.Etiologi dari struma nodosa non toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya.Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo atau hipertiroidi. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan petanda Tumor (tumor marker).Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total.Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
B.       Saran
Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa, namun penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.
1.      Untuk Dosen mata kuliah KMB III kami mengharapkan dapat disimpan di perpustakaan untuk bahan bacaan dan dijadikan literatur dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2.      Untuk Mahasiswa D III keperawatan kami mengharapkan makalah kami ini dapat dijadikan bahan bacaan yang menambah wawasan.






Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar